A. Unsur Pengangkutan :
a. Pelaku, yaitu pihak yang
melakukan pengangkutan.
b. Alat angkut, yaitu alat
yang digunakan untuk melakukan pengangkutan.
c. Barang, yaitu objek
yang dimuat dan diangkut.
d. Perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang hingga penurunan di tempat
tujuan.
B. Jenis-Jenis
Pengangkutan
Pengangkutan secara garis
besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pengangkutan Darat
a. Pengangkutan melalui
jalan raya.
b. Pengangkutan dengan kereta api,
b. Pengangkutan dengan kereta api,
2. Pengangkutan Laut
Yaitu angkutan di perairan,
mengangkut barang dengan menggunakan
kapal.
3. Angkutan Udara
Ekspedisi Pengiriman dari Medan ke Pangkalan Lada,
Kabupaten Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah.
C. Perjanjian Pengangkutan dan Pengaturannya
Pengangkutan barang di
dalam pelaksanaannya didahului dengan adanya kesepakatan antara pihak-pihak
yang ingin mengadakan pengangkutan barang. Kesepakatan tersebut tertuang dalam
bentuk perjanjian pengangkutan yang akan menimbulkan hak dan kewajiban serta
tanggung jawab yang berbeda dari masing-masing pihak. Perjanjian pengangkutan
itu sendiri bersifat konsensuil, sehingga untuk terciptanya perjanjian
pengangkutan tidak selalu diperlukan adanya syarat tertulis.
Perjanjian Pengangkutan
adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari
suatu tempat ke tempat lain. Sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar
uang angkutan.
D. Pihak-pihak yang
Terlibat di dalam Pengangkutan Barang
Yaitu pengirim barang, pengangkut
dan pihak penerima barang .
Pengangkut adalah orang
yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Pengirim
yaitu pihak yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan
juga ia yg memberikan muatan. Pengirim belum tentu sipemilik barang. Sering
kali dalam praktik, pengirim adalah pihak jasa ekspedisi (ekspeditur) atau perantara
dalam bidang pengangkutan.
Karena merupakan
perantara, ada dua jenis perjanjian yang perlu dibuat oleh pihak jasa ekspedisi, yaitu :
a. Perjanjian antara pihak ekspedisi dengan dengan pengirim, disebut dengan perjanjian ekspedisi. Yaitu
perjanjian timbal balik antara pihak jasa ekspedisi dengan pengirim, dimana pihak jasa ekspedisi mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkutan yang baik bagi si pengirim,
sedangkan si pengirim mengikatkan diri untuk membayar provisi kepada
pihak jasa ekpedisi (ekspeditur).
b. Perjanjian antara
pihak jasa ekspedisi atas nama pengirim dengan pengangkut disebut perjanjian pengangkutan.
Dari dua jenis perjanjian
tersebut, maka hubungan hukum, hak dan kewajiban pihak ekspedisi sbb :
a.Sebagai Pemegang Kuasa
Pihak jasa ekspedisi melakukan
perbuatan hukum atas nama pengirim.
b. Sebagai Komisioner
Pihak jasa ekspedisi berbuat-melakukan
perbuatan hukum atas namanya sendiri.
c. Sebagai Penyimpan
Barang
Sebelum pihak jasa ekspedisi
menemukan pengangkut yang memenuhi syarat, mereka harus
menyimpan dulu barang-barang sipengirim di gudangnya.
d. Sebagai Penyelenggara
Urusan (Zaakwaarneming)
Untuk melaksanakan
tugas/amanat sipengirim, sering kali pihak ekspedisi berurusan dengan pihak ketiga. misalnya
melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang pengeluaran dan pemasukan
barang-barang di pelabuhan, bea cukai dan lain-lain.
Selain Jasa Ekspedisi, dalam
pengangkutan laut ada juga pihak-pihak lain yg terkait, diantaranya :
1) Pengatur Muatan
Pengatur muatan atau juru
padat adalah orang yang tugasnya menetapkan tempat dimana suatu barang harus
disimpan dalam ruangan kapal. Pengatur muatan ini merupakan perusahaan
tersendiri dan mempunyai anak buah tersendiri. Dengan demikian, pengatur muatan
terlepas dari perusahaan pengangkut/pemilik kapal.
2) Per-Veem-An/Ekspedisi
Muatan Laut
Per-Veem-An dan ekspedisi muatan laut adalah dua jenis perusahaan
yang biasa terkait dalam proses pengangkutan barang dan lazim ada dalam praktik
pengangkutan laut di Indonesia. Kedua jenis perusahaan ini diatur bersamaan
dalam PP No. 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan
Laut. Menurut PP No. 2 Tahun 1969 yang
dimaksudkan dengan Per-Veem-An adalah “usaha yang ditujukan kepada
penampungan dan penumpukan barang-barang yang dilakukan dengan mengusahakan
gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan dan disiapkan untuk
diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi antara
lain kegiatan ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi,
penyimpanan, pengukuhan, penandaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis
ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.”
Dari ketentuan Pasal 1 PP
No. 2 Tahun 1969 tersebut, maka tugas Per-Veem-An dapat dirinci
diantaranya :
i) Pengurusan
dokumen-dokumen dan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut penerimaan dan penyerahan
barang-barang muatan yang diangkut melalui lautan untuk diserahkan kepada
perusahaan pengangkutan.
ii) Pengepakan atau
pengepakan kembali, penandaan barang-barang selanjutnya dari barang-barang dimaksud dengan
angkutan laut.
iii) Penerimaan dan penyimpanan
barang dalam gudang-gudang, lapangan-lapangan.
iv) Sortasi barang-barang
untuk kepentingan pemilik barang
Sementara itu, tugas
ekspedisi muatan laut menurut peraturan pemerintah adalah usaha yang ditujukan
kepada pengurusan dokumen-dokumen dan pekerjaan yang menyangkut penyerahan
muatan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk kepentingan pemilik
barang.
Dengan memperhatikan
pengertian dan tugas Per-Veem-An serta tugas ekspedisi muatan kapal laut
di atas, tampaknya sama dengan tugas dari jasa ekspedisi, pengatur muatan, Agen
Duane.
Oleh karena itu, dalam
praktik sekarang ini hanya dikenal istilah EMKL atau Ekspedisi Muatan Kapal
Laut.
a. Perusahaan pengangkutan
di laut, disebut juga perusahaan pelayaran, selanjutnya ditambah dengan jenis
pelayaran, misalnya perusahaan pelayaran samudera, perusahaan pelayaran pantai,
perusahaan pelayaran sungai, dan lain-lain.
b. Pengertian
“menyelenggarakan” pengangkutan tidak hanya berarti melakukan sendiri perbuatan
pengangkutan itu, tetapi juga dapat memerintahkan kepada orang lain untuk
melakukan perbuatan pengangkutan itu.
c. Mengenai obyek yang
diangkut, dapat berwujud barang-barang.
3. Penerima
Kewajiban pengangkut
adalah menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima.
Dalam hal ini, mengenai
penerima ada dua kemungkinan yaitu sebagai berikut :
a) Penerima adalah juga
pengirim barang
b) Penerima adalah orang
lain yang ditunjuk si pengirim barang.
Selain pengirim,
pengangkut dan penerima, masih ada pihak-pihak terkait yang
menawarkan jasa dalam usahanya demi kelancaran pengangkutan barang, pihak ini
disebut juga sebagai usaha jasa terkait.
Berdasarkan Undang-Undang
No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa usaha jasa terkait adalah
kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses kegiatan di bidang pelayaran.
usaha jasa terkait dengan
angkutan perairan dapat berupa :
a. Usaha bongkar muat
barang
b. Usaha jasa pengurusan
transportasi
c. Usaha angkutan perairan
pelabuhan
d. Usaha penyewaan
peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut
e. Usaha tally mandiri
f. Usaha depo peti kemas
g. Usaha pengelolaan kapal
(ship management)
h. Usaha perantara jual
beli dan/atau sewa kapal (ship broker)
i. Usaha keagenan awak
kapal (ship maning agency)
j. Usaha keagenan kapal
k. Usaha perawatan dan
perbaikan kapal (ship repairing and maintenance)
E. Peran dan Tanggung
Jawab Pengangkut Terhadap Barang Secara Umum
Sebagai pihak yang
mengusahakan pengangkutan, pengangkut dibebani tanggung jawab tertentu terhadap
barang-barang muatan yang diangkut.
Adapun tanggung jawab
pengangkut menurut KUHD diatur dalam Pasal 468 :
Ayat (1) menjaga
keselamatan barang-barang yang diangkutnya sejak dia terima sampai menyerahkan ke penerima”
Ayat (2) Si pengangkut
diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut
seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi
kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak
diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang
selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya (force majure) atau cacat
daripada barang tersebut atau oleh kesalahan dari si pengirim.
Ayat (3) Bertanggungjawab
untuk perbuatan dari segala mereka yang dipekerjakannya dan untuk segala benda
yang dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut.
Pasal 477 “Si
pengangkut bertanggungjawab untuk
kerugian yang disebabkan karena keterlambatan barang yang
diangkutnya sampai ke tujuan. Kecuali keterlambatan itu disebabkan
karena suatu malapetaka yg tidak dapat dicegah atau
dihindari (force majeure)
a) Mesin atau
baling-baling rusak sehingga terpaksa pelayaran ditunda untuk memperbaikinya.
b) Kapal melakukan
penyimpangan pelayaran dari rute yang seharusnya untuk menghindarkan
badai.
c) Kapal menolong orang
yang dalam bahaya di lautan, misalnya ada kapal yg kena musibah.
d) Kapal dihadang bajak laut,
Menurut The Hague Rules
1924, dalam pasal 3 ayat (2)
ditetapkan bahwa pengangkut berkewajiban agar barang-barang yang diangkutnya
dimuat, dirawat, dipadatkan, dijaga dan dibongkar dengan
sewajarnya. Pengangkut bertanggungjawab atas keselamatan dan keutuhan barang-barang
yaitu :
a) Pada waktu pemuatan
sejak barang-barang dikaitkan pada derek (end of tackle) di pelabuhan
pemuatan
b) Dalam pemadatannya di
dalam palka-palka kapal
c) Selama pengangkutan
mulai dari pelabuhan pemuatan hingga tiba di pelabuhan pembongkaran
d) Pada waktu pembongkaran
sampai barang-barang berada di atas dermaga atau perahu-perahu dalam posisi
masih terkait pada derek (end of tackle) di pelabuhan pembongkaran.
Jika pengangkut lalai atau
salah dalam melakukan kewajibannya seperti yang telah disebutkan di atas, maka
pengangkut wajib mengganti kerugian jika pemilik barang menuntut kerugian atas
kerusakan barang-barangnya. Namun, pengangkut dapat dibebaskan dari kewajiban
mengganti kerugian apabila terjadi force majeure.
Di dalam Pasal 4 ayat (1) The
Hamburg rules 1978, pengangkut bertanggungjawab atas barang sejak barang
diserahkan dalam penguasaan pengangkut dan sampai saat penyerahan di pelabuhan
tujuan kepada Consignee. Menurut pasal ini, tanggung jawab pengangkut
pada saat penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama
berlangsungnya pengangkutan hingga sampai di pelabuhan pembongkaran atau sampai
barang diserahkan kepada Consignee (pihak yang mempunyai hak untuk
menerima barang). Apabila barang terlambat diserahkan, maka pengangkut juga
bertanggungjawab untuk memberikan penggantian kerugian atas keterlambatan
barang tersebut.
Dalam Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran, mengenai kewajiban pengangkut diatur dalam Pasal
40 yaitu :
1. Perusahaan angkutan di
perairan bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan barang yang
diangkut.
2. Perusahaan angkutan di
perairan bertanggungjawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah
yang dinyatakan dalam dokumen muatan.
Pada Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang tentang Pelayaran memuat hal-hal yang dapat menimbulkan tanggung jawab bagi pengangkut yaitu :
a. Musnah, hilang atau
rusaknya barang yang diangkut
c. Keterlambatan angkutan
penumpang dan/atau barang yang diangkut
d. Kerugian pihak ketiga
Pada ayat (2) Pasal 41 ini
dijelaskan bahwa pengangkut dapat dibebaskan dari seluruh atau sebagian
tanggung jawabnya apabila pengangkut dapat membuktikan kerugian tersebut bukan
disebabkan oleh kesalahannya.
F. Prosedur
Pengangkutan Barang Melalui Laut dan Darat
Pengangkutan barang dari
satu tempat ke tempat tujuan dilakukan dengan suatu perjanjian. Perjanjian
tersebut dilakukan oleh pengirim dan pihak pengangkut.
a. Penawaran dari pihak
pengangkut
Cara terjadinya perjanjian
pengangkutan dapat secara langsung antara pihak-pihak, atau secara tidak
langsung dengan menggunakan jasa ekspedisi (ekspeditur).
b. Penawaran dari pihak
pengirim
Apabila penawaran
dilakukan oleh ekspeditur, maka ekspeditur menghubungi pengangkut atas nama
pengirim barang. Kemudian pengirim barang menyerahkan barang pada ekspeditur
untuk diangkut.
Di dalam menyelenggarakan
pengangkutan pada umumnya meliputi lima tahap kegiatan yaitu :
a) Tahap Persiapan
Pada tahap ini pengirim barang
mengurus penyelesaian biaya pengangkutan dan dokumen pengangkutan serta
dokumen-dokumen lain yang diperlukan. Pengangkut menyediakan alat pengangkutan
pada hari, tanggal dan waktu yang telah disepakati berdasarkan dokumen
pengangkutan yang diterbitkan.
b) Tahap Muatan
Pengirim menyerahkan
barang kepada perusahaan bongkar muat untuk dimuat ke dalam alat pengangkut.
c) Tahap Pengangkutan
Pada tahap ini pengangkut
menyelenggarakan pengangkutan, yaitu kegiatan memindahkan barang dari tempat
pemberangkatan ke tempat tujuan dengan menggunakan alat pengangkut yaitu sesuai
dengan perjanjian pengangkutan.
d) Tahap Pembongkaran
Pada tahap pembongkaran
ini pengangkut menyerahkan barang kepada penerima dan kemudian penerima
menyerahkan pembongkaran barangnya kepada perusahaan bongkar muat dan
meletakkan barang pada tempat yang telah disepakati sebelumnya.
e) Tahap Penyelesaian
Pada tahap ini,
pihak-pihak yang bersangkutan menyelesaikan persoalan yang terjadi selama
pengangkutan atau sebagai akibat dari pengangkutan yang telah dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar